CERPEN PESANTREN
Kategori: Cerpen Islami (Religi)
Lolos moderasi pada: 16 December 2012
Hari sudah terlampau sore, mentari sebentar lagi akan
tenggelam. “Teeett. . . teeett. . .”, terdengar suara bel yang berarti waktu
istirahat sudah berakhir. Seorang anak laki-laki yang menuntut ilmu disebuah
pondok Pesantren dengan tergesa-gesa menyelesaikan pekerjaannya, yaitu mencuci
pakaiannya disebuah kolam yang letaknya tidak jauh dari asrama tempat dia
tinggal.
“Akbar . . . ! Lekas kamu selesaikan pekerjaanmu itu !”,
terdengar seruan ketua asrama memanggilnya. “Iya kak, tanggung nih, tinggal
satu lembar lagi”, sambil memperlihatkan baju yang dicucinya. Akbar nama
panggilan anak itu, yang usianya mulai remaja.
“Setelah selesai mencuci pakaian, aku mandi dulu, menjemur
pakaiannya nanti sajalah”, gumamnya dalam hati. Akbar masuk lewat pintu
belakang asrama, dengan meletakkan handuk dibahunya dan ditangannya membawa
perkakas mandi. Tak dihiraukannya pandangan geram ketua asrama yang sedang
menunggu dipintu depan, siap untuk mengunci pintu.
Setelah selesai mandi, Akbar kemudian menutup pintu
belakang, lalu segera memasang seragam dan mengambil kitab. Dengan tergesa-gesa
dia berlari keluar asrama. Dibiarkannya kancing bajunya yang belum terpasang.
Tiba-tiba dia bertemu dengan kak Adam. Dengan ekspresi geram, seakan kak Adam
ingin menyampaikan sesuatu kepada Akbar. “Setelah magrib kamu berdiri
dimushala!”, kata kak Adam ketua asrama yang bawel itu.
“Hah, kenapa kak ?” sahut Akbar protes.
“Salahmu sendiri, sering terlambat !, teman-temanmu sudah
selesai mengerjakan pekerjaannya, cuma kamu yang selalu terlambat dibanding
mereka!” Akbar terdiam, tak berani menjawab. Yah, begitulah hari-harinya di
Pesantren, selalu diimpit waktu, sering terlambat, dan disanksi adalah tiga hal
yang tidak dapat dipisahkan olehnya.
Keesokan harinya, dikelas, Akbar tampak mengantuk sekali,
namun selalu ditahannya, sebab dia duduk paling depan. Tidur dihadapan Ustadz
yang sedang mengajar tentu penghinaan, dan dia tidak ingin menerima ganjaran
karena melakukan penghinaan tersebut.
Tak ayal, begitu waktu pulang tiba, Akbar langsung berlari
ke asrama dan langsung menjatuhkan tubuhnya yang kurus itu ke kasur. Meskipun
menurut teman-temannya kasur tersebut sangat bau, tapi dia tidak pernah
merasakannya, baginya kasur itu adalah surga.
Adzan berkumandang, mengalun merdu. Waktu zuhur telah tiba.
Namun didalam hati, Akbar berpikir, “Ah, iqamatnya masih lama, paling tidak 20
menit lagi, waktu yang lumayan cukup untuk memuaskan kantukku.”
Tiba-tiba kak Adam menghampiri Akbar yang sedang rebahan
tampak mengantuk sekali. Ditatapnya akbar yang lagi tiduran.
“Akbar, cepat bangun, sudah iqamat !”, sayup-sayup terdengar
kak Adam membangunkan. Akbar yang dari tadi terjaga dari tidur tidak merasa
panik, sebab hanya perlu meraih sajadah, dan berlari menuju kolam untuk
berwudhu, lalu masuk ke musala. Asrama tersebut letaknya tidak jauh dari
musala, sehingga hanya dalam beberapa menit dia sudah mengangkat takbir tanpa
masbuk.
Namun, karena tidur terlalu pulas, dia tidak tahu apa-apa
lagi, suara kak Adam tidak dapat dia dengar. Merasa Akbar akan bangun, kak Adam
kemudian pergi, padahal Akbar sedang tidur dengan pulasnya.
“Assalamu’alaikum warahmatullah. . .”, pertanda shalat sudah
selesai, Akbar sadar bahwa suara dari mik tersebut adalah suara pertama yang
didengarnya saat dia bangun dari tidur siang. Dan sesuatu yang pertama
dilihatnya adalah wajah kak Rahman, staf keamanan yang sedang kontrol. Akbar
langsung bangkit dari tempat tidur, dilihatnya jam dinding yang tergantung
diatas pintu. “Oh, tidak! Aku tidak shalat zuhur berjamaah” bisiknya dalam
hati.
Kak Rahman akhirnya mengetahui hal tersebut, kemudian
menghampiri Akbar dan bertanya, “Kenapa saat shalat zuhur tadi kamu tidak
terlihat dimushala? apakah kamu tidak ikut shalat berjama’ah?“
“Maaf kak, tadi saya ketiduran.” Akbar tertunduk malu.
“Kali ini kamu kakak maafkan, lain kali kalau kamu terlambat
lagi, kamu akan diberi sanksi, kamu mengerti ?”, kak Rahman memperingatkan.
“Mengerti kak.” Akbar mengangguk.
“Sekarang, cepatlah kamu shalat.” Tegas kak Rahman.
“Baik kak, maafkan saya ya kak”,
“Berdo’a dan minta ampunlah kepada Allah bukan kepada kakak,
ayo cepetan shalat gi, entar keburu ashar lho.”
“Iya kak.” Akbar bergegas ke kekolam untuk berwudhu dan
berlari menuju mushala.
Cerpen Karangan: Dina Yulianti
Blog: blogdinaxiu.blogspot.com
Bagiku aku ANEH itu NORMAL, NORMAL itu ANEH, jadi segala
sesuatu yang NORMAL itu ANEH, jadi aku selalu melakukan hal yang ANEH karena
itu NORMAL ! jadi aku ini ANEH !
Cerpen Anak Pesantren merupakan cerita pendek karangan Dina
Yulianti, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen
cerpen terbaru buatannya.
"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar