Kamis, 26 Oktober 2017

Humor Abu nawas menangkap angin singkat



ABU NAWAS MENANGKAP ANGIN
 Ini adalah humor singkat abu nawas menangkap  angin:

Abu Nawas kaget bukan main ketika seorang utusan Baginda Raja datang ke rumahnya. Ia harus menghadap Baginda secepatnya. Entah permainan apa lagi yang akan dihadapi kali ini. Pikiran Abu Nawas berloncatan ke sana kemari. Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan sebuah senyuman.

"Akhir-akhir ini aku sering mendapat gangguan perut. Kata tabib pribadiku, aku kena serangan angin." kata Baginda Raja memulai pembicaraan.
"Ampun Tuanku, apa yang bisa hamba lakukan hingga hamba dipanggil." tanya Abu Nawas.
"Aku hanya menginginkan engkau menangkap angin dan memenjarakannya." kata Baginda. Abu Nawas hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Ia tidak memikirkan bagaimana cara menangkap angin nanti, tetapi ia bingung bagaimana cara membuktikan bahwa yang ditangkap itu memang benar-benar angin.

Karena angin tidak bisa dilihat. Tidak ada benda yang lebih aneh dari angin. Tidak seperti halnya air walaupun tidak berwarna tetapi masih bisa dilihat. Sedangkan angin tidak. Baginda hanya memberi Abu Nawas waktu tidak lebih dari tiga hari. Abu Nawas pulang membawa pekerjaan rumah dari Baginda Raja. Namun Abu Nawas tidak begitu sedih. Karena berpikir sudah merupakan bagian dari hidupnya, bahkan merupakan suatu kebutuhan. Ia yakin bahwa dengan berpikir akan terbentang jalan keluar dari kesulitan yang sedang dihariapi. Dan dengan berpikir pula ia yakin bisa menyumbangkan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan terutama orang-orang miskin. Karena tidak jarang Abu Nawas menggondol sepundi penuh uang emas hadiah dari Baginda Raja atas kecerdikannya.


Tetapi sudah dua hari ini Abu Nawas belum juga mendapat akal untuk menangkap angin apalagi memenjarakannya. Sedangkan besok adalah hari terakhir yang telah ditetapkan Baginda Raja. Abu Nawas hampir putus asa. Abu Nawas benar - benar tidak bisa tidur walau hanya sekejap. Mungkin sudah takdir; kayaknya kali ini Abu Nawas harus menjalani hukuman karena gagal melaksanakan perintah Baginda, Ia berjalan gontai menuju istana. Di sela-sela kepasrahannya kepada takdir ia ingat sesuatu, yaitu Aladin dan lampu wasiatnya.

"Bukankah jin itu tidak terlihat?" Abu Nawas bertanya kepada diri sendiri. ia berjingkrak girang dan segera berlari pulang. Sesampai di rumah ia secepat mungkin menyiapkan segala sesuatunya kemudian manuju istana. Di pintu gerbang istana Abu Nawas langsung dipersilahkan masuk oleh para pengawal karena Baginda sedang menunggu kehadirannya. Dengan tidak sabar Baginda langsung bertanya kepada Abu Nawas.
"Sudahkah engkau berhasil memenjarakan angin, hai Abu Nawas? "
"Sudah Paduka yang mulia." jawab Abu Nawas dengan muka berseri-seri sambil mengeluarkan botol yang sudah disumbat. Kemudian Abu Nawas menyerahkan botol itu. Baginda menimbang-nimang batol itu.
"Mana angin itu, hai Abu Nawas?" tanya Baginda. Di dalam, Tuanku yang mulia." jawab Abu Nawas penuh takzim. "Aku tak melihat apa-apa." kata Baginda Raja.
"Ampun Tuanku, memang angin tak bisa dilihat, tetapi bila Paduka ingin tahu angin, tutup botol itu harus dibuka terlebih dahulu." kata Abu Nawas menjelaskan. Setelah tutup botol dibuka. Baginda mencium bau busuk. Bau kentut yang begitu menyengat hidung.
"Bau apa ini, hai Abu Nawas?" tanya Baginda marah. "Ampun Tuanku yang mulia, tedi hamba buang angin dan hamba. masukkan ke dalam botol. Karena hamba takut angin yang hamba buang itu keluar maka hamba memenjarakannya dengan cara menyumbat mulut botol." kata Abu Nawas ketakutan.

Tetapi Baginda tidak jadi marah karena penjelasan Abu Nawas memang masuk akal. "Heheheheh kau memang pintar Abu Nawas."

Tapi... jangan keburu tertawa dulu, dengar dulu apa kata Abu Nawas. "Baginda...!"
"Ya Abu Nawas!"
"Hamba sebenarnya cukup pusing memikirkan cara melaksanakan tugas memenjarakan angin ini."
"Lalu apa maksudmu Abu Nawas?"
"Hamba. minta ganti rugi."
"Kau hendah memeras seorang Raja?"
"Oh, bukan begitu Baginda."
"Lalu apa maumu?"
"Baginda harus memberi saya hadiah berupa uang sekedar untuk bisa belanja dalam satu bulan."
"Kalau tidak?" tantang Baginda.
"Kalau tidak... hamba akan menceritakan kepada khalayak ramai bahwa Baginda telah dengan sengaja mencium kentut hamba!"
"Hah?" Baginda kaget dan jengkel tapi kemudian tertawa terbahak-bahak. "Baik permintaanmu kukabulkan!"

Minggu, 22 Oktober 2017

Puisi Keadilan Gaza


 KEADILAN GAZA

Frustasi alam  semerbak menghanyutkan 
Relung hati sakit menusuk angan - angan 
Ego besar melanda daerah kawan 
Empatikah engkau para bangsawan ?
Dimana keadilan nyata ditegakkan ?
Omongan dusta kian aman 
Mungkinkah itu sebuah pengorbanan ?

Anyir bau melanda kekuasaan 
Nampak merah dari kejauhan 
Dalam sudut kini terlupakan 

Janji suci surut diamnya perbuatan 
Usaha dan doa selalu dibutuhkan 
Satu hal bukan kemerdekaan 
Tapi,tekad kuat sebuah keberanian 
Ingatlah dunia bukan perhiasan !
Cerminan hidup masa depan 
Empatikah engkau para bangsawan ?

Ikhlas berjihad dalam kehidupan 
Napak tilas sebuah perdamaian 

Goncatan api melebur awan 
Akankah ini sebuah peperangan ?
Zionismenya membentuk perumahan 
Adilkah ini wahai kawan ?

                                                                                         

                                                                                                  Puisi untuk saudaraku Gaza,Palestina .


                                                                                    

Selasa, 17 Oktober 2017

Cerpen Anak Pesantren



 CERPEN PESANTREN
Cerpen Karangan: Dina Yulianti
Kategori: Cerpen Islami (Religi)
Lolos moderasi pada: 16 December 2012

Hari sudah terlampau sore, mentari sebentar lagi akan tenggelam. “Teeett. . . teeett. . .”, terdengar suara bel yang berarti waktu istirahat sudah berakhir. Seorang anak laki-laki yang menuntut ilmu disebuah pondok Pesantren dengan tergesa-gesa menyelesaikan pekerjaannya, yaitu mencuci pakaiannya disebuah kolam yang letaknya tidak jauh dari asrama tempat dia tinggal.

“Akbar . . . ! Lekas kamu selesaikan pekerjaanmu itu !”, terdengar seruan ketua asrama memanggilnya. “Iya kak, tanggung nih, tinggal satu lembar lagi”, sambil memperlihatkan baju yang dicucinya. Akbar nama panggilan anak itu, yang usianya mulai remaja.

“Setelah selesai mencuci pakaian, aku mandi dulu, menjemur pakaiannya nanti sajalah”, gumamnya dalam hati. Akbar masuk lewat pintu belakang asrama, dengan meletakkan handuk dibahunya dan ditangannya membawa perkakas mandi. Tak dihiraukannya pandangan geram ketua asrama yang sedang menunggu dipintu depan, siap untuk mengunci pintu.
Setelah selesai mandi, Akbar kemudian menutup pintu belakang, lalu segera memasang seragam dan mengambil kitab. Dengan tergesa-gesa dia berlari keluar asrama. Dibiarkannya kancing bajunya yang belum terpasang. Tiba-tiba dia bertemu dengan kak Adam. Dengan ekspresi geram, seakan kak Adam ingin menyampaikan sesuatu kepada Akbar. “Setelah magrib kamu berdiri dimushala!”, kata kak Adam ketua asrama yang bawel itu.

“Hah, kenapa kak ?” sahut Akbar protes.
“Salahmu sendiri, sering terlambat !, teman-temanmu sudah selesai mengerjakan pekerjaannya, cuma kamu yang selalu terlambat dibanding mereka!” Akbar terdiam, tak berani menjawab. Yah, begitulah hari-harinya di Pesantren, selalu diimpit waktu, sering terlambat, dan disanksi adalah tiga hal yang tidak dapat dipisahkan olehnya.
Keesokan harinya, dikelas, Akbar tampak mengantuk sekali, namun selalu ditahannya, sebab dia duduk paling depan. Tidur dihadapan Ustadz yang sedang mengajar tentu penghinaan, dan dia tidak ingin menerima ganjaran karena melakukan penghinaan tersebut.

Tak ayal, begitu waktu pulang tiba, Akbar langsung berlari ke asrama dan langsung menjatuhkan tubuhnya yang kurus itu ke kasur. Meskipun menurut teman-temannya kasur tersebut sangat bau, tapi dia tidak pernah merasakannya, baginya kasur itu adalah surga.

Adzan berkumandang, mengalun merdu. Waktu zuhur telah tiba. Namun didalam hati, Akbar berpikir, “Ah, iqamatnya masih lama, paling tidak 20 menit lagi, waktu yang lumayan cukup untuk memuaskan kantukku.”
Tiba-tiba kak Adam menghampiri Akbar yang sedang rebahan tampak mengantuk sekali. Ditatapnya akbar yang lagi tiduran.
“Akbar, cepat bangun, sudah iqamat !”, sayup-sayup terdengar kak Adam membangunkan. Akbar yang dari tadi terjaga dari tidur tidak merasa panik, sebab hanya perlu meraih sajadah, dan berlari menuju kolam untuk berwudhu, lalu masuk ke musala. Asrama tersebut letaknya tidak jauh dari musala, sehingga hanya dalam beberapa menit dia sudah mengangkat takbir tanpa masbuk.

Namun, karena tidur terlalu pulas, dia tidak tahu apa-apa lagi, suara kak Adam tidak dapat dia dengar. Merasa Akbar akan bangun, kak Adam kemudian pergi, padahal Akbar sedang tidur dengan pulasnya.
“Assalamu’alaikum warahmatullah. . .”, pertanda shalat sudah selesai, Akbar sadar bahwa suara dari mik tersebut adalah suara pertama yang didengarnya saat dia bangun dari tidur siang. Dan sesuatu yang pertama dilihatnya adalah wajah kak Rahman, staf keamanan yang sedang kontrol. Akbar langsung bangkit dari tempat tidur, dilihatnya jam dinding yang tergantung diatas pintu. “Oh, tidak! Aku tidak shalat zuhur berjamaah” bisiknya dalam hati.

Kak Rahman akhirnya mengetahui hal tersebut, kemudian menghampiri Akbar dan bertanya, “Kenapa saat shalat zuhur tadi kamu tidak terlihat dimushala? apakah kamu tidak ikut shalat berjama’ah?“
“Maaf kak, tadi saya ketiduran.” Akbar tertunduk malu.
“Kali ini kamu kakak maafkan, lain kali kalau kamu terlambat lagi, kamu akan diberi sanksi, kamu mengerti ?”, kak Rahman memperingatkan.
“Mengerti kak.” Akbar mengangguk.
“Sekarang, cepatlah kamu shalat.” Tegas kak Rahman.
“Baik kak, maafkan saya ya kak”,
“Berdo’a dan minta ampunlah kepada Allah bukan kepada kakak, ayo cepetan shalat gi, entar keburu ashar lho.”
“Iya kak.” Akbar bergegas ke kekolam untuk berwudhu dan berlari menuju mushala.

Cerpen Karangan: Dina Yulianti
Blog: blogdinaxiu.blogspot.com
Bagiku aku ANEH itu NORMAL, NORMAL itu ANEH, jadi segala sesuatu yang NORMAL itu ANEH, jadi aku selalu melakukan hal yang ANEH karena itu NORMAL ! jadi aku ini ANEH !

Cerpen Anak Pesantren merupakan cerita pendek karangan Dina Yulianti, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

Puisi Love



  LOVE Is..


Puisi cinta Love is,merupakan puisi yang sengaja dibuat untuk para kalangan para remaja yang dilanda oleh asmara cinta ,tetapi masa-masa itulah dimana jati diri seorang remaja ditemukan .Love,kata yang tak jarang diucapkan tetapi sering ,maka dari itu puisi ini diciptakan untuk kalangan para remaja yang harus menyikapi sifat cintanya untuk mengendalikan dirinya.

Selamat membaca!!!



CINTA itu manis 
Ada yang berkata ,lebih manis dari kue brownies
Ada juga yang berkata ,lebih manis dari kue lapis
Karena islam menaruhnya di tempat strategis
Efeknya bisa sangat fantastis!
Tapi bisa merusak jikalau kelebihan dosis

Rasanya tiap hari seperti di hipnotis
Imanpun semakin menipis
Sebab akal  dikuasai iblis
Sering dengar lagu romantic
Gayanya menjadi melankolis
Kata-kata pun berubah puitis
Hingga hilanglah hijab antar lawan jenis

Dikit-dikit nampang narsis
Takmenyadari jikalau diri sudah najis
Nasihat dating langsung ditepis
Kalau sudah diputus hubungan hanya bisa nangis
Emang galau kalau udah kronis
Katanya hati seperti di iris-iris
Memang ironis

Jadi janganlah obral syahwat dengan gratis
Bisa-bisa berakhir tragis
Pada masa depan tetaplah optimis
Karena jodoh udah tragis
Stay innocent and pure ,bro n sis !
Jagalah cintamu agar tetap higienis
Sebab kian higienis rasanya makin manis 

Salam Santri Untuk Negeri

  SALAM DARI SANTRI UNTUK NEGERI!!! Assalamualaikum guys,Udah cepet banget yah tahun ini..Nggak kerasa ,dekat-dekat ini ada pering...